Peranan Pancasila Dalam Membentengi Masyarakat Dari Ancaman Serius Isu Hoax Menjelang Pemilu 2019
Oleh : Heru Yulian
Ancaman Serius Hoax |
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terjadi sangat pesat dan telah membawa banyak perubahan dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut sedikit banyak telah mengarah pada hal-hal yang positif dan bermanfaat bagi masyarakat, namun layaknya pedang bermata dua tentu saja ada dampak negatif yang menyertainya. Teknologi Internet misalnya, kehadirannya di kalangan masyarakat telah banyak merubah wajah dari masyarakat itu sendiri. Dengan segudang manfaat yang ditawarkannya, tidak heran jika pengguna Internet di Indonesia merupakan yang terbanyak ke enam di dunia dan terbanyak di Asia Tenggara. Perlu diketahui, data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia telah mencapai 132,7 juta orang. Bandingkan dengan negara malaysia, jumlah pengguna internet di negeri jiran ini hanya berkisar 21,93 juta orang. Hal ini mengindikasikan bahwa Internet sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Namun jika kita melihat lebih jauh, perkembangan Internet selain memberikan kemudahan bagi masyarakat ternyata juga menjadi ancaman serius terutama bagi kaum muda. Maraknya konten-konten seperti pornografi dan Hoax yang tersebar di berbagai situs-situs web tentu saja dapat merusak moral dan lebih jauh lagi dapat melunturkan jati diri bangsa Indonesia. Terutama Hoax, isu-isu yang tidak jelas kebenarannya ini semakin marak terjadi terutama saat menjelang pemilu yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini. Bahaya serius yang mengancam dari menjamurnya hoax adalah hilangnya rasa Nasionalisme, meningkatnya Sektarisme serta krisis kepercayaan yang mengancam kualitas demokrasi Indonesia di masa yang akan datang. Untuk itu perlu adanya penangkal yang mampu membentengi masyarakat dari ancaman serius isu Hoax menjelang pemilu 2019. Pancasila dinilai mampu untuk mengatasi hal ini, kemampuannya dalam menganalisis masalah-masalah aktual seperti hoax tidak bisa diragukan lagi. Hal ini didukung terutama karena Pancasila sendiri merupakan ideologi bangsa Indonesia sekaligus cara pandang dalam bermasyarakat dan bernegara.
Berkutat kembali dengan Hoax, Selama tahun 2016, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemeninfo) melakukan riset yang menunjukkan telah beredar 800.000 berita bohong (hoax). Jumlah tersebut dipekirakan terus meningkat seiring semakin dekatnya momentum pemilihan umum tahun ini. Berdasarkan data Mafindo selama periode Juli-September 2018, ada 230 hoax terverifikasi. Sebanyak 58,7 persen diantaranya bermuatan politik, 7,39 persen agama, 7,39 penipuan, 6,69 persen lalu lintas, dan 5,2 persen kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa isu politik sangat rentan terhadap berita Hoax.
Penyebaran Hoax serta ujaran kebencian yang kini kian masif terjadi tidak lain karena kemudahan masyarakat dalam mengakses media sosial dan menyebarkan berita di akun mereka. Data yang dirilis Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan Media sosial dengan penyebar berita hoax terbanyak adalah Facebook dan Twitter, dengan masing-masing sebanyak 54 % dan 5,54 %. Budaya masyarakat yang gemar membagikan berita yang mereka suka tanpa melakukan verifikasi terlebih dahulu kebenarannya semakin memperparah keadaan. Publik seakan terhipnotis dengan berita yang terus diulang-ulang sehingga menimbulkan pemikiran bahwa berita yang sebenarnya hoax menjadi berita yang benar adanya.
Masih segar di ingatan kita ketika masyarakat dihebohkan dengan berita ditemukannya tujuh kontainer surat suara tercoblos yang dikumandangkan oleh bagus bawana beberapa waktu lalu. Sang penyebar berita tersebut mengatakan bahwa terdapat 7 kontainer surat suara yang telah tercoblos untuk salah satu pasangan capres-cawapres. Hal ini tentu meningkatkan ketegangan politik di kalangan masyarakat. Walau akhirnya pelaku penyebar hoax tersebut telah ditangkap dan dijatuhi hukuman dengan pasal 14 ayat 1 dan 2 UU no 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana lantaran sengaja menyiarkan berita bohong, dengan hukuman maksimal 10 tahun kurungan penjara. Namun tetap saja, dampak yang ia timbulkan tidak serta merta hilang begitu saja bahkan semakin memperparah kontestasi politik di negeri ini.
Penyebaran isu-isu hoax seperti diatas tentu tidak sesuai dengan jiwa Pancasila yang dimiliki bangsa Indonesia terutama sila pertama dan sila ketiga. Sila pertama yaitu ketuhanan yang maha esa, jika setiap individu membumikan hal ini maka akan hadir rasa takut kepada sang pencipta saat menyebarkan berita yang tidak benar. Sama halnya dengan sila ketiga yaitu persatuan Indonesia, persatuan itu tercermin dalam semboyan nasional Bhinneka Tunggal Ika yang berarti meski terdiri dari beraneka ragam suku bangsa yang berbeda-beda, tetapi tetap menjunjung tinggi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sila ketiga sangat menentang bentuk-bentuk aksi yang mengancam persatuan dan kesatuan nasional, terutama hoax yang bersifat propagandis dan hate speech
Jika penyebaran hoax terus berlanjut maka dampak yang terjadi adalah miskonsepsi secara masif dan bahkan dapat mengakibatkan perpecahan. Dalam sebuah talkshow di Universitas Mataram Putri bungsu Presiden keempat RI Inayah Wulandari Wahid menuturkan, ada satu negara di Afrika yang hancur karena masyarakatnya terpecah akibat pengaruh hoax. Negara itu adalah Rwanda. Hal ini bisa menjadi renungkan bagi kita bahwa dampak hoax tidak bisa dipandang sebelah mata namun perlu ditindaklanjuti secara lebih serius.
Peran pancasila dalam menanggulangi hal ini dinilai sangat besar. Pancasila merupakan dasar yang dapat menyaring kemajuan global demi kemakmuran rakyat. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara mengandung nilai-nilai yang dijadikan pedoman bagi bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Terjaganya persatuan bangsa Indonesia hanya bisa terwujud selama Pancasila masih menjadi landasan. Untuk itu perlu adanya pihak-pihak yang menyebarkan nilai-nilai pancasila ini serta memberikan pemahaman akannya. Kaum muda dinilai sebagai pihak yang paling mampu dalam mengambil tugas mulia ini. Penyebaran nilai-nilai pancasila ini perlu dilakukan mengingat kepedulian masyarakat terhadap pancasila sudah sangat rendah.
Seorang yang telah membumikan nilai-nilai Pancasila tentu akan memberikan tanggapan yang berbeda terhadap berita hoax. Ia akan menyeleksi berita yang akan dibaca dan berhati-hati dalam membagikan berita yang belum jelas kebenarannya. Kebiasaan ini selanjutnya akan ditularkan kepada orang-orang di sekitar. Di lingkungan keluarga misalnya, keluarga sebagai garda terdepan dalam mencegah hoax tidak luput dari peran orang tua yang memahamkan akan pentingnya nilai-nilai pancasila tadi. Semakin tinggi pendidikan masyarakat maka semakin tinggi pula tingkat kekritisan masyarakat terhadap berita yang masuk.
Solusi yang penulis rasa efektif untuk memahamkan nilai-nilai pancasila di kalangan masyarakat serta untuk membentengi masyarakat dari berita hoax adalah dengan mengadakan pelatihan Juru Bicara Pancasila seperti yang dilakukan Komunitas Bela Indonesia (KBI). Pelatihan ini mempertemukan kaum muda lintas agama, suku, budaya dan ras dalam suatu wadah untuk membahas isu kebangsaan. Pelatihan ini juga akan meningkatkan skill kepenulisan dan berdebat para peserta. Selanjutnya para peserta diharapkan dapat mengapikasikan ilmu tersebut di tengah masyarakat sehingga nilai-nilai pancasila lebih cepat menyebar dan tertanam kedalam sanubari masyarakat.